Senin, 09 September 2019

Mengapa Tidak Boleh Mengutip Wikipedia!

Pengantar
Sejak saya studi di Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW pada Tahun 2005, seluruh staf pengajar melarang para mahasiswa untuk menjadikan Wikipedia dan Blog (berbasis Wordpress, Blogspot, Kompasiana, Indonesiana, dll) sebagai sumber literatur untuk penulisan karya ilmiah. Hal yang sama juga saya terapkan pada mahasiswa saya di UKSW untuk mata kuliah yang saya ampuh. Kebijakan ini menimbulkan banyak pertanyaan dari mahasiswa yakni mengapa tidak boleh mengutip dari Wikipedia, Blog dan sejenisnya! 

Wikipedia dan Blog
Wikipedia adalah proyek ensiklopedia multibahasa dalam jaringan yang bebas dan terbuka, yang dijalankan oleh Wikimedia Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Amerika Serikat. Sedangkan Blog merupakan singkatan dari web logadalah bentuk aplikasi web yang berbentuk tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai postingan) pada sebuah halaman web yang bisa dilakukan oleh siapa saja sepanjang memiliki akun yang teregistrasi, beberapa contoh antara lain Kompasiana (dikelola oleh group Kompas), Indonesiana (dikelola oleh group Tempo), maupun Blog yang berbasis pada Blogspot (dikelola Google), Wordpress (dikembangkan oleh WordPress Foundation pada Tahun 2003) dan lain-lain.  Dari pemaknaan Wikipedia dan Blog terungkap ada unsur ke-bebas-an, terbuka dan bisa dilakukan oleh siapa saja sepanjang yang bersangkutan mahir menggunakan internet. 

Boleh Dibaca tapi Tidak Boleh Dikutip
Saya masih memberi kebebasan kepada para mahasiswa untuk menelusuri Wikipedia dan Blog terutama pada informasi yang dianggap relevan (sesuai kebutuhan atau untuk sekadar memenuhi rasa ingin tahu) tetapi hanya untuk dibaca dalam rangka menambah informasi/”pengetahuan” baru namun tidak boleh untuk dikutip sebagai sumber literatur dalam penulisan karya ilmiah entah itu untuk kepentingan penulisan makalah, laporan penelitian, monograf, artikel jurnal, skripsi, tesis, dan disertasi. Mengapa? setiap orang yang memiliki akun bisa menulis informasi apa saja secara bebas dan terbuka pada Wikipedia maupun pada blog-nya tanpa melalui suatu proses validasi data sebagaimana manajemen pengelolaan Jurnal Ilmiah yang berbasis pada Open Journal System(OJS). Lalu bagaimana cara mempertanggungjawabkan kebenaran/keabsahan data pada Wikipedia dan Blog? Inilah yang menjadi alasan utama para dosen melarang mahasiswa untuk mengutip Wikipedia dan Blog sebagai sumber literatur. 
Pada sisi yang lain, ada sejumlah intelektual yang juga memiliki/mengelola blog, sebut saja Prof.Dr. Ariel Heryanto (Monash University-Australia), Prof.Dr. Rhenald Kasali (FEB UI), Denny Siregar (Penulis Ilmiah Popular), apakah dengan nama besar yang melekat lantas blog-nya tidak boleh dikutip? Khusus untuk pertanyaan ini, pilihan untuk menentukan boleh dan tidaknya ada pada hak prerogatif dosen, namun bagi saya, semua kutipan dari Wikipedia, Blog dan sejenisnya (entah ditulis oleh orang yang sudah dikenal/terkenal maupun orang yang tidak dikenal/tidak terkenal) tetap tidak diperkenankan untuk dikutip sebagai sumber literatur, kecuali hanya untuk dibaca! 
Yang bisa dikutip sebagai sumber literatur untuk penulisan karya ilmiah adalah artikel jurnal ilmiah (working paper/journal paper) yang telah dipublikasikan melalui Open Journal System (OJS); artikel/opini atau berita pada media online(atau pada media cetak yang juga diterbitkan secara online); atau informasi/data yang dipublikasikan/disajikan pada website (bukan blog) seperti www.bps.go.id;www.bappenas.go.idwww.uksw.edu; dll. 
Semoga artikel (catatan) singkat ini dapat bermanfaat untuk peningkatan kualitas penulisan akademik para mahasiswa terutama mahasiswa di lingkungan UKSW terkhususnya di Fakultas Interdisiplin UKSW Salatiga.

Jumat, 18 Januari 2019

Cafetaria UKSW, Kopi dan Nongkrong Milenial

Artikel ini telah dimuat di http://scientiarum.com/2019/01/09/kafetaria-uksw-kopi-dan-nongkrong-milenial/ (Scientiarum, Pers Mahasiswa UKSW Salatiga).

Sesungguhnya di Kota Salatiga sudah mulai bermunculan cafe-cafe urban dengan konsep ala milenial, sasaran utamanya adalah para mahasiswa, namun trend yang ada dalam dua tahun terakhir ini adalah jika ada satu cafe baru lahir, maka akan ada satu cafe lama yang gugur alias tutup, dugaan saya karena tidak ada inovasi (kebaruan) dari pengelola cafe untuk mengikuti perkembangan jaman dan selera anak muda masa kini (generasi milenial). Cafe yang bersifat khusus seperti cafe di lingkungan kampus menurut hemat saya juga harus berbenah agar mahasiswa (dan dosen) betah.

Cafetaria UKSW dan Cafe Rindang adalah unit usaha dibidang kuliner yang tidak asing lagi untuk civitas akademika UKSW, sebagai pengunjung setia kedua cafe di UKSW jujur harus saya katakan kedua cafe yang dikelola oleh PT. Satya Mitra Sejahtera itu sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman dan kebutuhan akademik di era milenial. Meskipun sekitar sebulan terakhir ini di pasangkan televisi yang juga tidak terdengar jelas volume suaranya, pertunjukan musik yang tidak rutin, belum lagi tampilan cafe yang sekilas terkesan tidak rapi. Karena itulah saya mengusulkan agar kedua cafe yang ada di UKSW itu direvitalisasi dengan konsep creative hub (pusat kreativitas) agar sesuai dengan kebutuhan akademik di era milenial.

Cafe Rindang sebagai Digital Library Cafe
Cafe Rindang letaknya sangat strategis karena berdekatan dengan Gedung Notohamidjojo yang merupakan Gedung Perpustakaan UKSW, karena itu Cafe Rindang perlu dirancang ulang sebagai Digital library Cafe (Digilib Cafe) yang terhubung langsung dengan Perpustakaan UKSW terutama untuk akses koleksi pustaka digital secara gratis oleh pengunjung Cafe Rindang melalui jaringan WiFi. Akses untuk sosial media seperti facebook, twitter, instagram perlu dikunci selama berada di Cafe Rindang agar mahasiswa benar-benar fokus pada kegiatan membaca dan menulis, bukan berswafoto dan ber-sosial media. Perlu juga didesain agar ada ruangan tertutup “Full AC” dan bebas dari asap rokok dan juga ruangan terbuka dengan dukungan fasilitas smoke absorber (alat penghisap asap rokok) dengan desain interior yang menawan.
Jika jam layanan Perpustakaan UKSW mulai jam 07.00-18.00 WIB maka jam layanan Cafe Rindang diperpanjang sampai jam 22.00 WIB untuk mememuhi kebutuhan mahasiswa diluar jam operasional kampus dan bila perlu buka 24 jam non stop (jika sudah 24 jam, pada jam tertentu, tak ada salahnya dibuka akses WiFi untuk ber-sosial media sebagai bentuk promosi untuk Cafe Rindang). Sajian makanan dan minuman juga perlu diperhatikan aspek higienisnya, karyawan cafe perlu tampil trendy agar sesuai dengan gaya masa kini, gaya milenial. Perubahan konsep Cafe Rindang menjadi Digilib Cafe akan meningkatkan tingkat kunjungan mahasiswa dan dosen ke Perpustakaan UKSW, yang secara tidak langsung juga ikut serta merangsang minat baca mahasiswa dan dosen semakin bergairah.

Cafetaria UKSW sebagai Co-working Space
Selain Cafe Rindang, UKSW juga memiliki Cafetaria (dinamakan Cafetaria UKSW) yang letaknya juga strategis karena dekat parkiran sepeda motor dan mobil, dekat dengan Rektorat, Kantor Lembaga Kemahasiswaan UKSW, UNI Store dan Plaza Satya Wacana. Sudah sejak lama saya mendengar Cafetaria UKSW ini akan dibangun menjadi dua lantai dimana lantai 2 khusus untuk area merokok sedangkan lantai 1 adalah area dilarang merokok, namun nampaknya rencana itu belum terwujud. Saya tidak terlalu peduli dengan rancangan dua lantai (atau tetap satu lantai), point saya adalah Cafetaria UKSW ini perlu di tata ulang dengan konsep co-working space sebagai tempat tumbuhnya ide-ide cemerlang.
Sebagai co-working space, mahasiswa dan dosen akan nyaman bekerja karena bekerja di ruang terbuka/ruang bersama (public space) tanpa ada sekat “saya dosen dan anda mahasiswa” sebagaimana terjadi di ruang kelas, akan lebih leluasa karena merasa tidak diawasi, dan tidak menutup kemungkinan akan bertemu dengan orang-orang baru dari luar kampus UKSW yang berkunjung untuk sekadar ngobrol dan ngopi sambil mendengar alunan musik tentunya, selain itu perlu disediakan space yang cukup untuk nongkrong cerdas seperti ngopi sambil bedah film, ngopi sambil bedah buku, atau ngopi sambil diskusi draft tulisan. Tentu perlu dukungan fasilitas yang memadai dan nyaman, seperti Free WiFi, meja yang dilengkapi saklar listrik dan kursi yang nyaman dengan sandaran yang empuk, LCD Projector, sajian makanan dan minuman yang higienis, style karyawan cafe yang nyentrik, serta desain interior yang humanity.
Penataan ulang Cafetaria UKSW dengan konsep co-working space sangat cocok dengan culture akademik UKSW sebagai kampus Indonesia Mini. Di mana co-working space merupakan konsep ruang terbuka/ruang bersama (public space) yang mengandung nilai-nilai komunitas akademik, nilai-nilai kolaborasi akademik antara mahasiswa dan dosen, nilai-nilai pembelajaran dan nilai-nilai berkelanjutan (sustainable). Dari segi itulah, Cafetaria UKSW dapat dipandang sebagai bagian dari Collective Action (Aksi Bersama) civitas akademika UKSW untuk mencerminkan branding UKSW sebagai Kampus Indonesia Mini.

Kopi dan Nongkrong Milenial
Cafe dan mahasiswa (juga dosen) tidak terlepas dari kegiatan ngopi dan nongkrong (serta alunan musik) tentu dalam arti yang luas. Karena itu apalah artinya cafe tanpa coffee! Saya sendiri percaya bahwa ide dan gagasan cemerlang serta pemikiran kritis tidak hanya lahir dari diskusi di ruang kuliah, tetapi juga lahir dari “diskusi di warung kopi”. Karena itu sajian kopi dan alunan musik menjadi “catatan penting” dalam pengelolaan cafe, baik di Cafe Rindang maupun Cafetaria UKSW dalam konsep yang baru sebagai Digital Library Cafe dan Co-working Space. Catatan lain yang juga tidak kalah penting selain sajian kopi adalah adalah menanamkan prinsip sociopreneurship agar harga makanan dan minuman yang disajikan relatif terjangkau oleh mahasiswa. 
 
Jika tak berani melakukan inovasi, maka Cafetaria UKSW saat ini tidak ada bedanya dengan Warung Tenda!